Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Pemilu’ Category

2229523p[1]JAKARTA, KOMPAS.comKetua Fraksi sekaligus Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Sidik mengakui, salah satu materi dalam kontrak politik dengan SBY adalah mengenai power sharing alias bagi-bagi kekuasaan.

Berbekal kontrak tersebut, kata Mahfudz, tak ada alasan bagi PKS untuk ribut atau merongrong SBY terkait jumlah kursi di kabinet yang akan diperoleh. Akan tetapi, Mahfudz tak mau merinci, apakah isi kontrak sudah rigid mengatur tentang jumlah dan pos menteri apa saja yang akan diisi PKS.

“Dalam kontrak politik PKS jelas bahwa koalisi, selain pencalonan juga pembentukan kabinet. Pokoknya hal-hal yang terkait dengan power sharing. Maka, PKS tidak dalam posisi bargaining,” kata Mahfudz, dalam diskusi “Pola Perekrutan Menteri SBY, antara Profesionalitas dan Balas Budi”, di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (2/9).

Kontrak politik tersebut, urainya, ditandatangani secara jelas oleh SBY sekalu Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sekaligus capres dan Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin.

“Kaitannya dengan koalisi di pemerintahan, manakala SBY-Boed menang. Itu derivasi dari kontrak politik umum yang isinya agenda politik koalisi,” jelas MahfUdz.

Akan tetapi, kesepakatan mengenai bagi-bagi kekuasaan, menjadi salah satu hal yang disepakati untuk tidak dibuka ke publik. “Kontrak itu gentleman agreement . Atas dasar itu, PKS kerja keras memenangkan SBY,” ujarnya.

Ia menambahkan, saat ini PKS hanya menunggu komitmen dan kekonsistenan SBY atas kontrak politik yang telah disepakati bersama tersebut. “Kalau kami mengatakan soal kabinet terserah Pak SBY, maksudnya itu terserah mau konsisten dengan kontrak politik atau tidak,” ungkapnya.

Mahfudz juga mengaku tak tahu, apakah hal yang sama dituangkan dalam kontrak politik SBY dengan partai koalisi lainnya seperti PPP, PKB dan PAN.

Read Full Post »

Suara-Islam.comAkibat putusan MA kursi kekuasaan menumpuk di partai besar dan ribuan calon Anggota DPRD harus dibatalkan. Presiden PKS mengkhawatirkan bakal terjadi kekacauan nasional.

“Saya imbau tidak bermain-main dengan putusan yang bisa membawa dampak politik luas. Sebaiknya tolong putusan itu disimulasikan dulu, dampaknya seperti apa,” tutur Presiden PKS, Tifatul Sembiring, menanggapi  putusan MA yang dinilainya membawa gempa politik nasional.

Tifatul sangat menyayangkan, jika sampai terjadi kekacauan alias chaos, lantaran sekitar 4.300 caleg yang bisa tidak jelas nasibnya. “Ada sekitar 4.300 caleg yang terancam akibat putusan MA,” imbuhnya.

Yang jelas, menurut Tifatul, akibat putusan MA itu orang sudah mulai mempertanyakan keabsahan pemilihan presiden. Karena Partai Gerindra dan Hanura, yang sebelumnya sudah dinyatakan lolos parliamentary treshold, akibat putusan MA, justru dinyatakan tidak lolos.

Padahal, kedua partai mengajukan kandidat cawapres pada pilpres 2009. Kalau pengajuan ini tidak sah lantaran pengajunya tidak memenuhi parliamentary treshold, maka artinya paket JK-Win dan Mega-Prabowo tidak sah. Dengan kata lain, pada pilpres lalu SBY sebenarnya hanya melawan dirinya sendiri alias seng ada lawan.

Putusan MA pada 18 Juni 2009 memang mengubah drastis hasil pileg yang merujuk pada Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009. Kader Partai Demokrat yakni Zaenal Ma’arif, Yosef B Badeoda, M Utomo A Karim, dan Mirda Rasyid Zainal, mengajukan judicial review  pada Peraturan KPU itu dengan merujuk pada pasal 205 ayat (4) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu. Gugatan dikabulkan MA.

Selain hasil pileg DPR, putusan MA juga mengobrak-abrik kursi DPRD. Ribuan calon anggota DPRD terpilih harus dibatalkan karenanya. Inilah putusan MA Nomor 16 P/HUM/2009, hasil gugatan Rusdi, warga Malang, Jawa Timur, yang calon anggota DPRD Malang dari daerah pemilihan V.

Keputusan MA tentang pola penghitungan kursi DPR RI tahap kedua berimplikasi serius. Menurut simulasi Center for Electoral Reform (Cetro), Partai Demokrat yang mengumpulkan suara 20,8 persen akan memperoleh 32,14 persen kursi. PDI Perjuangan (PDIP) yang meraih 14,03 persen suara mendapat 19,82 persen kursi. Demikian juga dengan Partai Golkar dengan 14,45 persen suara tetapi mendapat 22,32 persen kursi.

Namun pada saat yang sama, PKS susut tujuh dari sebelumnya 57 kursi. PAN menjadi 28 dari sebelumnya 43 kursi. PPP menjadi 21 dari sebelumnya 37 kursi. Partai Gerindra dari 26 menjadi 10 kursi, dan Partai Hanura yang awalnya mendapat 18 hanya tersisa 6 kursi.

Dengan kata lain, Gerindra yang perolehan suaranya 4,46 persen hanya mendapat kursi 1,79 persen. Hanura yang menjaring 3,77 persen suara hanya mendapat 1,07 persen kursi.

Tiga ketua umum parpol yang merasa dirugikan putusan Mahkamah Agung soal pembatalan peraturan Komisi Pemilihan Umum tahap kedua, meminta agar putusan MA tidak berlaku surut.

“Kita sepakat agar putusan MA tidak berlaku surut. Alasannya agar tidak menimbulkan kegaduhan politik yang bersifat nasional,” kata Ketua umum PAN, Soetrisno Bachir, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, dan Presiden PKS Tifatul Sembiring, di Jakarta, Rabu (29/7).

Hal yang sama juga dikatakan Suryadharma. Menurutnya, putusan MA membuat rumit persoalan. Oleh karena itu, pihaknya berpandangan putusan MA boleh dilaksanakan asal tidak berlaku surut untuk saat ini. “Sangat berbahaya kalau berlaku surut, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan politik yang tidak diharapkan,” terangnya.

Suryadharma menyatakan, Undang-Undang dibuat untuk menciptakan kepastian. Justu sekarang ini undang-undang membuat ketidakpastian. Karena berubah di tengah jalan. “Ibarat pacuan kuda sudah berlangsung, namun ketika perlombaan sudah berjalan, tiba-tiba saja peraturan diubah,” katanya.

Zaenal Ma’arif, mantan politisi Partai Bintang Reformasi yang setelah kalah berperkara dengan SBY belakangan malah pejah gesang nderek SBY, mengaku, gugatan uji materiil tersebut merupakan buah pikirannya setelah berdiskusi dengan rekan-rekannya di kampung. “Ini cuma saya sendirian dengan anak-anak kampung, kemudian dibawa ke Jakarta. Cuma begitu,” ujarnya.

Namun, menurut Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz, Zaenal dan kawan-kawan bukan sekadar anak kampung. “Saya melihat ada skenario menumpuk kekuatan pada partai tertentu dan mengurangi kekuatan partai menengah dan partai-partai kecil lainnya dengan memotong perolehan kursinya di DPR,” katanya di Jakarta, Minggu (26/7), dalam jumpa pers yang dihadiri PAN dan PKS.

Irgan mengungkapkan bahwa gugatan serupa ke MA kali pertama dilakukan caleg PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Namun ditolak MA. Tapi ketika diajukan caleg Partai Demokrat, justru diterima. “Anda bisa lihat gugatan pertama Hasto Kristiyanto ditolak, tetapi ketika gugatan yang ini (Zaenal Ma’arif cs, caleg PD) diterima seluruhnya,” ujar Irgan.

Di lain psisi, putusan MA ini juga memantik kisruh koalisi partai pendukung SBY-Boediono. Pasalnya, PKS, PPP, dan PAN yang mendukung SBY-Boediono merupakan partai tengah yang paling dirugikan.

Menurut pengamat politik dari Charta Politika Indonesia (CPI) Andi Syafrani, paskakeputusan MA menjadi fase kritis hubungan partai pendukung SBY. Menurut dia, partai tengah akan semakin termarginalkan karena mengalami penurunan kursi yang signifikan.

“Harga mereka (partai tengah) semakin murah untuk kesinambungan pemerintahan SBY ke depan,” katanya seperti dikutip inilah.com.

Itu semakin membenarkan keyakinan Timses SBY, bahwa tanpa didukung partai Islam pun, SBY bakal menang. Bahkan dipasangkan dengan batu sekalipun, SBY diyakini tetap menang.

Dampak yang lebih serius, menurut Direktur Cetro, Hadar Nafis Gumay, putusan MA tentang penghitungan perolehan kursi merusak sistem pemilu yang menganut asas proporsionalitas. Konsekuensi putusan itu menyebabkan persentase perolehan suara partai selisih besar dengan perolehan kursinya.

Namun akhirnya, KPU menyatakan, peraturan KPU mengenai penghitungan kursi tetap berlaku dan menjadi norma hukum positif. Semua keputusan KPU di daerah juga tetap berlaku.

Putusan MA yang membatalkan pasal-pasal dalam Peraturan KPU No 15/2009 terkait penghitungan kursi itu dinyatakan tidak berlaku surut. “Putusan MA tidak berlaku surut,” kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary didampingi Andi Nurpati, I Gusti Putu Artha, dan Syamsulbahri, usai rapat pleno pembahasan putusan MA di kantor KPU, Sabtu (1/8). Putusan MA pun tidak langsung berlaku ketika diputuskan, melainkan bermasa tenggang ada 90 hari.

Begitulah resiko demokrasi, aturan manusia yang bisa diutak-atik maunusia pula. Tak heran bila sejak awal, pengkritik seperti Gatano Mosca, Cilfrede Pareto, dan Robert Michels, menyebut demokrasi sebagai ‘’kedok ideologis’’ tirani minoritas. Demokrasi, dalam praktiknya, yang berkuasa adalah sekelompok kecil orang atas kelompok besar. Karenanya Benjamin Constan menyatakan, demokrasi membawa masyarakat menuju jalan menakutkan: kediktatoran parlemen.

Begitulah. ‘’Demokrasi,’’ kata filsuf Yunani kuno Aristoteles, ‘’adalah buah pikir manusia purba.’’ Menurut Winston Churchill, eks PM Inggris, demokrasi merupakan alternatif terburuk dari bentuk pemerintahan manusia. Sayangnya, banyak orang yang katanya pintar di negeri ini, menganggap bahwa demokrasi bagi Indonesia adalah TINA alias there is no alternative. (nurbowo)

Read Full Post »

JAKARTA, KOMPAS.comKetua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin mengatakan, Indonesia sangat potensial menjadi negeri Muslim demokratis terbesar di dunia. Pasalnya, Indonesia memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia dan berhasil melaksanakan demokratisasi.

Din Syamsuddin mengungkapkan itu dalam seminar “Islam and Democracy: An Indonesian Perspective” di Wina, Austria. Demikian antara lain siaran pers yang diterima Kompas di Jakarta, Rabu (15/7) petang, dari Muhammadiyah.

Seminar yang diselenggarakan KBRI Wina dan Austrian Academy of Science ini dihadiri sekitar 100 orang pegiat dan pemerhati demokrasi. Selain Din, dari Indonesia hadir sebagai pembicara adalah Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Indonesia Prof Bahtiar Ali.

Tentang proses pileg dan pilpres yang baru berlangsung di Indonesia, Din mengatakan, secara umum prosesnya berjalan relatif lancar, aman, dan tertib. Meskipun demikian, ia juga mengakui masih banyak kelemahan dan kekurangan.

Memang demokratisasi Indonesia masih bersifat prosedural, tetapi hal-hal bersifat substantif sudah mulai disuarakan. Inilah yang menjadi perhatian ormas-ormas Islam, yang tetap mengawal demokrasi agar tidak kehilangan arah dan makna, ujarnya.

Din mengatakan, sebenarnya demokrasi bukan barang baru di Indonesia karena proses demokrasi liberal pernah terjadi pada 1955. Bahkan praktek demokrasi, khususnya musyawarah, sudah hidup berkembang di suku-suku tertentu jauh sebelum negara ada. Hal ini merupakan landasan budaya positif bagi kelangsungan demokrasi karena tanpa landasan kuktural memadai demokrasi akan mandeg.

Link: https://ibnufatih.wordpress.com

Read Full Post »

JAKARTA, KOMPAS.comPujian serta ucapan selamat Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan juga dari sejumlah tokoh negarawan lain atas kemenangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 kemarin dinilai terlalu dini, apalagi mengingat proses dan hasil penghitungan suara resmi belum tuntas.

Tidak hanya itu, pernyataan selamat yang muncul, baik dari luar negeri maupun dalam negeri, macam percakapan telepon antarcapres Yudhoyono dan Jusuf Kalla seperti yang ditayangkan langsung di sejumlah stasiun televisi swasta beberapa waktu lalu, dicurigai dipaksakan.

Menurut Sekretaris Umum Tim Kampanye Mega-Prabowo Fadli Zon, Rabu (15/7), dirinya mengetahui memang ada usaha-usaha yang sangat proaktif dari tim kampanye Yudhoyono-Budiono, yang mencoba melobi ke mana-mana untuk mendapat ucapan selamat. Padahal, kan seharusnya enggak perlu seperti itu kalau memang kita punya cukup percaya diri.

Tunggu saja proses resminya sampai akhir dan biar masyarakat dan semua pihak menilai apa benar prosesnya fair and free atau tidak. “Ucapan selamat kan pasti datang dengan sendirinya,” ujar Fadli.

Pernyataan itu disampaikan Fadli seusai berbicara dalam media talkshow bertema “Kecurangan Pilpres 2009?” yang juga dihadiri Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti dan dosen mata kuliah Sosiologi Korupsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, George Yunus Aditjondro.

Fadli menanggapi pernyataan Obama di Washington DC, yang secara personal menyelamati Yudhoyono sebagai presiden, yang secara impresif berhasil terpilih dengan memenangkan kembali pilpres untuk kedua kalinya.

Obama, seperti diwartakan kantor berita AS Ascociated Press, juga bahkan menawarkan kesediaan pemerintahan AS untuk bersama-sama melanjutkan hubungan baik, yang semakin erat di masa mendatang.

“Terlalu dini jika sampai ada ucapan selamat seperti itu. Jangan-jangan semua itu memang berasal dari hasil rekayasa dan upaya lobi yang sangat intens untuk memperoleh ucapan selamat lebih awal. Padahal di negara mana pun, termasuk AS, yang seperti itu tidak pernah dilakukan,” ujar Fadli.

Fadli menegaskan kembali, sampai sekarang belum ada kepastian presiden terpilih yang diumumkan dan diketahui dari proses resmi di Komisi Pemilihan Umum. Namun yang ada, menurutnya, hanyalah dugaan kemenangan dari hasil hitung cepat dan survei-survei berbagai lembaga survei di Tanah Air.

Lebih lanjut Fadli menyayangkan pemerintah dan Presiden AS bisa melakukan hal seperti itu tanpa didasari fakta dan hasil resmi.

Senada dengan Fadli, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti meminta pihak Kedutaan Besar AS di Indonesia memberi tahu atau bila perlu menegur Presidennya Barack Obama atas kesalahan yang telah dibuatnya itu. Jika tidak, bukan tidak mungkin ucapan selamat Presiden Obama itu malah menuai tanggapan negatif atau disalahartikan kalau AS ternyata memang melakukan intervensi atau campur tangan dalam proses pemilu, baik legislatif maupun pilpres, di Indonesia.

Seharusnya Obama sabar dahulu tunggu semua selesai, ujar Ikrar. Tidak hanya itu, Ikrar juga menyayangkan ucapan selamat tadi terkesan mengabaikan proses pilpres yang bermasalah di mana-mana, mulai dari soal ketidakjelasan daftar pemilih tetap (DPT) hingga kinerja KPU, ditambah protes terhadap kemungkinan adanya kecurangan dari peserta pilpres yang lain.

Ikrar menyatakan, ada kemungkinan sebetulnya ucapan selamat dilakukan lebih pada pertimbangan proses pilpres berlangsung damai dan aman tanpa kerusuhan apalagi kekacauan. Akan tetapi negara-negara barat tadi, tambahnya, juga harus ingat dari sisi kejujuran proses pemilu di Indonesia masih dipertanyakan menyusul dugaan banyak terjadi kecurangan.

Link: https://ibnufatih.wordpress.com

Read Full Post »

Berebut Kursi Menteri SBY

Komentar: Mulai kelihatan belangnya.

Inilah.comBerdasarkan UU 39/2008 tentang Kementrian Negara, jumlah anggota kabinet ke depan memang sudah dipatok maksimal 34 orang. Itupun pos-posnya sudah ditentukan cukup rinci. Alhasil, dengan sokongan 24 parpol pendukung, SBY pun diprediksi akan cukup kelimpungan menangani kemauan para pihak yang ‘berkeringat’ dalam kampanye pilpres itu.

PKS misalnya, akan menyodori SBY delapan nama. Mereka adalah Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Salim Segaff Al Jufri, Anis Matta, Irwan Prayitno, Suharna Surapranata, Sohibul Iman dan Surahman Hidayat. “Delapan nama itu yang dulu pernah kita lansir sebagai calon pemimpin dari PKS,” ujar Ketua DPP PKS DPR Mahfudz Siddiq.

Menurutnya, nama-nama ini akan menjadi prioritas PKS untuk duduk di kabinet SBY-Boediono. Terlebih, PKS-SBY memiliki kontrak politik yang sudah diteken bersama. Meski, lanjut Mahfudz, hal itu tidak lantas diartikan SBY mempunyai utang politik.

“Soal kabinet ini porsinya berapa dan siapa yang akan duduk belum ada keputusan, yang jelas diantara delapan nama itu. Kalau nanti SBY mau diambil tiga, empat, lima atau semuanya ya tidak apa-apa, terserah SBY saja,” katanya.

Saat sebelum Pilpres berlangsung, tersiar kabar SBY sudah merestui 4 pos menteri yang diajukan PKS. Mereka adalah Tifatul Sembiring untuk Menkominfo, Suharna Surapranata untuk Menristek, Salim Segaff Al Jufri untuk Mensos dan Suswono untuk Menteri Pertanian. Sementara nama-nama yang ditolak SBY disebut-sebut yakni Soeripto (Menperin), Irwan Prayitno (Mendiknas) dan Kemal Stamboel (Menneg BUMN).

Hal serupa juga dikabarkan dilakukan PKB. Setidaknya 3 nama disodorkan nama oleh partai bentukan Abdurrahman ‘Gus Dur’ Wahid ini. Mereka adalah Lukman Edy yang kini masih menjabat Menneg PDT, Muhaimin Iskandar sebagai Menpora dan Nursyahbani Katjasungkana sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

“Insya Allah, doain saja yah (jadi Meneg Pemberdayaan Perempuan),” ujar Nursyahbani saat dikonfirmasi soal posisi Menneg PPP.

Sama halnya dengan kubu PPP. Parpol berlambang kabah ini juga berharap upaya keras selama pilpres diganjar 4 kursi menteri. “Sekarangkan kita cuma dua yang duduk di kabinet, Pak Suryadharma Ali sebagai Menkop dan Pak Bachtiar Chamsyah sebagai Mensos. Jadi ya insya Allah lah kita dapat lebih, mudah-mudahan dapat empat,” ungkap Sekjen PP Irgan Chairul Mahfiz.

Ia beralasan PPP sebagai parpol mitra koalisi yang berjibaku memenangkan SBY-Boediono layak mendapatkan menteri lebih dari periode saat ini. Namun, dirinya berdalih keputusan final tetap di tangan SBY.

“Itu adalah hak preogratif SBY sebagai presiden terpilih. Kita tidak akan memaksa agar PPP harus dapat jatah sekian menteri,” ucap Irgan.

Partai Demokrat sendiri mengaku, selain daftar koalisi, kabinet mendatang juga akan tetap dihiasi wajah Golkar. Alasannya, banyak kader beringin yang juga ikut lelah membantu SBY-Boediono. “Golkar akan masuk juga dalam kabinet karena Golkar punya SDM yang baik dan Golkar itu tidak biasa jadi oposisi. Lagi pula selama ini banyak kader Golkar yang lari ke SBY membantu memenangkan SBY-Boediono,” jelas Waketum PD Achmad Mubarok.

Meski demikian, Mubarok memastikan kabinet mendatang akan lebih banyak diisi kaum profesional non parpol. Hal ini dilakukan SBY guna memperkuat sistem presidensial. Langkah itu juga untuk menghindari dominasi parpol dan konflik internal koalisi SBY.

“Sekarang ini partai tidak bisa meminta jatah menteri sama sekali. Kenapa SBY akan berani seperti itu, karena Demokrat itu sekarang adalah partai terbesar sebagai pemenang pemilu. Koalisi yang selama ini dibangun itu hanya untuk memperkuat pemerintah di parlemen saja,” tegas Mubarok.

Pastinya, suasana politik ke depan tidak akan jauh dari keramaian politik menyoal pembentukan kursi kabinet. Akankah kubu SBY tetap teguh berpegang pada prinsip sebagai pemenang pemilu atau ‘melembek’ dengan gertak sambal politik? Atau koalisi akan diwarnai dengan kehadiran Golkar yang bisa jadi akan mengalahkan dominasi parpol menengah? Kita tunggu saja. [L4]

Link: https://ibnufatih.wordpress.com

Read Full Post »

Older Posts »