Suara-Islam.com – Akibat putusan MA kursi kekuasaan menumpuk di partai besar dan ribuan calon Anggota DPRD harus dibatalkan. Presiden PKS mengkhawatirkan bakal terjadi kekacauan nasional.
“Saya imbau tidak bermain-main dengan putusan yang bisa membawa dampak politik luas. Sebaiknya tolong putusan itu disimulasikan dulu, dampaknya seperti apa,” tutur Presiden PKS, Tifatul Sembiring, menanggapi putusan MA yang dinilainya membawa gempa politik nasional.
Tifatul sangat menyayangkan, jika sampai terjadi kekacauan alias chaos, lantaran sekitar 4.300 caleg yang bisa tidak jelas nasibnya. “Ada sekitar 4.300 caleg yang terancam akibat putusan MA,” imbuhnya.
Yang jelas, menurut Tifatul, akibat putusan MA itu orang sudah mulai mempertanyakan keabsahan pemilihan presiden. Karena Partai Gerindra dan Hanura, yang sebelumnya sudah dinyatakan lolos parliamentary treshold, akibat putusan MA, justru dinyatakan tidak lolos.
Padahal, kedua partai mengajukan kandidat cawapres pada pilpres 2009. Kalau pengajuan ini tidak sah lantaran pengajunya tidak memenuhi parliamentary treshold, maka artinya paket JK-Win dan Mega-Prabowo tidak sah. Dengan kata lain, pada pilpres lalu SBY sebenarnya hanya melawan dirinya sendiri alias seng ada lawan.
Putusan MA pada 18 Juni 2009 memang mengubah drastis hasil pileg yang merujuk pada Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009. Kader Partai Demokrat yakni Zaenal Ma’arif, Yosef B Badeoda, M Utomo A Karim, dan Mirda Rasyid Zainal, mengajukan judicial review pada Peraturan KPU itu dengan merujuk pada pasal 205 ayat (4) UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu. Gugatan dikabulkan MA.
Selain hasil pileg DPR, putusan MA juga mengobrak-abrik kursi DPRD. Ribuan calon anggota DPRD terpilih harus dibatalkan karenanya. Inilah putusan MA Nomor 16 P/HUM/2009, hasil gugatan Rusdi, warga Malang, Jawa Timur, yang calon anggota DPRD Malang dari daerah pemilihan V.
Keputusan MA tentang pola penghitungan kursi DPR RI tahap kedua berimplikasi serius. Menurut simulasi Center for Electoral Reform (Cetro), Partai Demokrat yang mengumpulkan suara 20,8 persen akan memperoleh 32,14 persen kursi. PDI Perjuangan (PDIP) yang meraih 14,03 persen suara mendapat 19,82 persen kursi. Demikian juga dengan Partai Golkar dengan 14,45 persen suara tetapi mendapat 22,32 persen kursi.
Namun pada saat yang sama, PKS susut tujuh dari sebelumnya 57 kursi. PAN menjadi 28 dari sebelumnya 43 kursi. PPP menjadi 21 dari sebelumnya 37 kursi. Partai Gerindra dari 26 menjadi 10 kursi, dan Partai Hanura yang awalnya mendapat 18 hanya tersisa 6 kursi.
Dengan kata lain, Gerindra yang perolehan suaranya 4,46 persen hanya mendapat kursi 1,79 persen. Hanura yang menjaring 3,77 persen suara hanya mendapat 1,07 persen kursi.
Tiga ketua umum parpol yang merasa dirugikan putusan Mahkamah Agung soal pembatalan peraturan Komisi Pemilihan Umum tahap kedua, meminta agar putusan MA tidak berlaku surut.
“Kita sepakat agar putusan MA tidak berlaku surut. Alasannya agar tidak menimbulkan kegaduhan politik yang bersifat nasional,” kata Ketua umum PAN, Soetrisno Bachir, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, dan Presiden PKS Tifatul Sembiring, di Jakarta, Rabu (29/7).
Hal yang sama juga dikatakan Suryadharma. Menurutnya, putusan MA membuat rumit persoalan. Oleh karena itu, pihaknya berpandangan putusan MA boleh dilaksanakan asal tidak berlaku surut untuk saat ini. “Sangat berbahaya kalau berlaku surut, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan politik yang tidak diharapkan,” terangnya.
Suryadharma menyatakan, Undang-Undang dibuat untuk menciptakan kepastian. Justu sekarang ini undang-undang membuat ketidakpastian. Karena berubah di tengah jalan. “Ibarat pacuan kuda sudah berlangsung, namun ketika perlombaan sudah berjalan, tiba-tiba saja peraturan diubah,” katanya.
Zaenal Ma’arif, mantan politisi Partai Bintang Reformasi yang setelah kalah berperkara dengan SBY belakangan malah pejah gesang nderek SBY, mengaku, gugatan uji materiil tersebut merupakan buah pikirannya setelah berdiskusi dengan rekan-rekannya di kampung. “Ini cuma saya sendirian dengan anak-anak kampung, kemudian dibawa ke Jakarta. Cuma begitu,” ujarnya.
Namun, menurut Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz, Zaenal dan kawan-kawan bukan sekadar anak kampung. “Saya melihat ada skenario menumpuk kekuatan pada partai tertentu dan mengurangi kekuatan partai menengah dan partai-partai kecil lainnya dengan memotong perolehan kursinya di DPR,” katanya di Jakarta, Minggu (26/7), dalam jumpa pers yang dihadiri PAN dan PKS.
Irgan mengungkapkan bahwa gugatan serupa ke MA kali pertama dilakukan caleg PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Namun ditolak MA. Tapi ketika diajukan caleg Partai Demokrat, justru diterima. “Anda bisa lihat gugatan pertama Hasto Kristiyanto ditolak, tetapi ketika gugatan yang ini (Zaenal Ma’arif cs, caleg PD) diterima seluruhnya,” ujar Irgan.
Di lain psisi, putusan MA ini juga memantik kisruh koalisi partai pendukung SBY-Boediono. Pasalnya, PKS, PPP, dan PAN yang mendukung SBY-Boediono merupakan partai tengah yang paling dirugikan.
Menurut pengamat politik dari Charta Politika Indonesia (CPI) Andi Syafrani, paskakeputusan MA menjadi fase kritis hubungan partai pendukung SBY. Menurut dia, partai tengah akan semakin termarginalkan karena mengalami penurunan kursi yang signifikan.
“Harga mereka (partai tengah) semakin murah untuk kesinambungan pemerintahan SBY ke depan,” katanya seperti dikutip inilah.com.
Itu semakin membenarkan keyakinan Timses SBY, bahwa tanpa didukung partai Islam pun, SBY bakal menang. Bahkan dipasangkan dengan batu sekalipun, SBY diyakini tetap menang.
Dampak yang lebih serius, menurut Direktur Cetro, Hadar Nafis Gumay, putusan MA tentang penghitungan perolehan kursi merusak sistem pemilu yang menganut asas proporsionalitas. Konsekuensi putusan itu menyebabkan persentase perolehan suara partai selisih besar dengan perolehan kursinya.
Namun akhirnya, KPU menyatakan, peraturan KPU mengenai penghitungan kursi tetap berlaku dan menjadi norma hukum positif. Semua keputusan KPU di daerah juga tetap berlaku.
Putusan MA yang membatalkan pasal-pasal dalam Peraturan KPU No 15/2009 terkait penghitungan kursi itu dinyatakan tidak berlaku surut. “Putusan MA tidak berlaku surut,” kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary didampingi Andi Nurpati, I Gusti Putu Artha, dan Syamsulbahri, usai rapat pleno pembahasan putusan MA di kantor KPU, Sabtu (1/8). Putusan MA pun tidak langsung berlaku ketika diputuskan, melainkan bermasa tenggang ada 90 hari.
Begitulah resiko demokrasi, aturan manusia yang bisa diutak-atik maunusia pula. Tak heran bila sejak awal, pengkritik seperti Gatano Mosca, Cilfrede Pareto, dan Robert Michels, menyebut demokrasi sebagai ‘’kedok ideologis’’ tirani minoritas. Demokrasi, dalam praktiknya, yang berkuasa adalah sekelompok kecil orang atas kelompok besar. Karenanya Benjamin Constan menyatakan, demokrasi membawa masyarakat menuju jalan menakutkan: kediktatoran parlemen.
Begitulah. ‘’Demokrasi,’’ kata filsuf Yunani kuno Aristoteles, ‘’adalah buah pikir manusia purba.’’ Menurut Winston Churchill, eks PM Inggris, demokrasi merupakan alternatif terburuk dari bentuk pemerintahan manusia. Sayangnya, banyak orang yang katanya pintar di negeri ini, menganggap bahwa demokrasi bagi Indonesia adalah TINA alias there is no alternative. (nurbowo)