INILAH.COM, Jakarta- Bukan sekadar harga saham yang dipersoalkan dalam penawaran saham perdana (IPO) PT Krakatau Steel Tbk (KS), melainkan juga dampak ikutannya. Penjualan saham tersebut dianggap menandai akhir kepemilikan negara atas KS dan jatuhnya industri baja nasional.
Hendri Saparini, Ekonom dan Pendukung Citizen Lawsuit Penjualan Saham PT KS, menyingkapkan bahwa selama ini publik tidak mendapatkan informasi terkait dengan kerja sama PTKS dengan pihak lain. Misalnya, informasi bahwa sebelum merencanakan IPO, PTKS telah bekerja sama (joint venture) dengan Pohang Iron & Steel Company (Posco), perusahaan besi dan baja asal Korsel. Kerja sama itu dibuat lewat Memorandum of Agreement(MoA) pada Desember 2009. Kerja sama dengan Posco itu terjadi setelah pada 2007 publik menolak rencana pemerintah melakukan strategic sale PTKS ke Mittal Steel Company NV.
‘’Tetapi, publik pun bertanya-tanya tentang pemilihan Posco sebagai partner strategis tanpa proses beauty contest,’’ ungkap Hendri Saparini.
Menurut dia, perusahaan patungan Posco-KS (JV Posco-KS) sangat penting untuk dibeberkan ke publik karena sangat terkait dengan IPO PTKSdan menjadi bagian penting dari privatisasi PTKS. Publik harus mendapatkan informasi bahwa dalam kerja sama Posco-KS, kepemilikan PTKSakan jadi minoritas, sedangkan Posco mayoritas (Kompas, 15/11/10).
Mengapa kepemilikan saham penting? Bukankah Posco-KS hanya anak perusahaan? Toh kepemilikan pemerintah di perusahaan induk tetap mayoritas?
Kepemilikan saham sangat terkait kemampuan menyediakan modal dalam pembiayaan proyek bersama. Dalam kerja sama Posco-KS, Posco akan memberikan manajemen, teknologi, permesinan, dan modal kerja, sedangkan PTKS menyetorkan aset berupa tanah dan dana segar. Dana IPO Rp 2,6 triliun tentu sebagian besar akan digunakan sebagai setoran modal PTKSke perusahaan patungan Posco-KS.
Dengan meningkatnya kebutuhan dana ekspansi, PTKS tentu harus terus menambah jumlah aset/tanah yang disetorkan dan/atau menjual saham yang dimiliki untuk mempertahankan kepemilikan sahamnya. Saat ini, jumlah tanah yang disetorkan sudah lebih dari 380 hektar, meningkat tiga kali lipat dalam waktu kurang dari setahun sejak MoA. Saat pencatatan saham PTKS, Menteri Negara BUMN juga menyatakan BUMN tersebut akan segera menjual kembali sahamnya sebesar 10 persen dalam waktu dekat.
Dengan perkembangan ini, tak ada yang dapat menjamin anak tak akan lebih besar dari induknya dan secara perlahan akan terjadi dilusi saham PTKSpada JV Posco-KS. Kekhawatiran ini bukan omong kosong. Pada Desember 2009, kepemilikan saham PTKSpada JV Posco-KS dimungkinkan hingga 45 persen. Namun, pada September 2010 dilaporkan kepemilikan PT KS hanya 30 persen dan Posco 70 persen! ‘’Inilah akhir industri baja nasional, ungkap Hendri.
Dalam kaitan ini, peneliti Indonesia Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan, alasan manajemen KS melakukan IPO untuk mengembangkan industri perusahaan baja tersebut tidak dapat diterima.
“Industri baja global saat ini mengalami krisis. Bukan krisis kelangkaan barang, namun kelebihan produksi,” jelas Salamuddin di Jakarta, Minggu (14/11/2010).
Perusahaan-perusahaan baja besar di dunia saat ini ada pada tahap mencari pasar hasil produksi, bukan menambah produksinya.
Maka, kalaupun KS berusaha menggenjot produksinya, saat ini KS sulit untuk bersaing dengan pelaku industri baja internasional, seperti Chinadan Korea. Terutama mengingat biaya produksi di negara tersebut yang cenderung lebih rendah daripada di Indonesia.
Karena itu, kata Salamuddin Daeng, rencana pemerintah melakukan penjualan saham KS melalui IPO dianggap Salamudin erat kaitannya dengan penghancuran industri baja nasional. [nic]
Hah