Memburuknya ekonomi Amerika Serikat mulai memunculkan kekhawatiran menyangkut implikasinya terhadap kelangsungan pemulihan ekonomi global.
Meski pemerintah menyatakan perekonomian terbesar dunia itu perlahan mulai pulih dari resesi, beberapa indikator, seperti indeks manufaktur, pasar properti perumahan, dan angka pengangguran, masih menunjukkan pemburukan. Konsensus sejumlah ekonom dan lembaga, perekonomian AS masih akan terus memburuk untuk beberapa waktu ke depan, bahkan ada kekhawatiran kembali terjerumus resesi (double-dip recession).
Beberapa ekonom terkemuka, seperti Stephen Roach atau Nouriel Roubini, yang sebelumnya jitu meramalkan krisis finansial global 2008, bahkan melontarkan peringatan, AS di ambang kolaps. Skenario paling optimistis, kalaupun tidak kembali resesi, perekonomian AS mengalami pemulihan yang sifatnya anemis.
Dari yang kita pantau dari berbagai laporan, otoritas fiskal dan moneter dihadapkan pada kesulitan besar. Stimulus fiskal senilai hampir 800 miliar dollar AS dan suntikan likuiditas triliunan dollar AS oleh Fed ke sistem finansial tampaknya belum cukup untuk menggerakkan perekonomian ber-PDB 15 triliun dollar AS itu.
Dibutuhkan stimulus lanjutan. Padahal, pemerintah sendiri dihadapkan pada problem defisit dan utang skala masif. Sementara ekspansi moneter dinilai juga tak akan banyak membantu, mengingat ekses likuiditas sektor finansial yang sudah mencapai 1 triliun dollar AS, suku bunga jangka panjang sudah sangat rendah, dan proses deleveraging skala masif yang masih berlangsung sekarang.
Kondisi ekonomi AS dan langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengatasinya—termasuk rencana menerbitkan obligasi skala besar untuk pembiayaan stimulus baru oleh pemerintah atau ekspansi moneter oleh Fed—bukan tak mungkin akan memunculkan guncangan, baik skala kecil maupun besar, pada stabilitas ekonomi global.
Mau tak mau, kita harus mengantisipasi kondisi ini. Apalagi bagi kita, AS adalah salah satu pasar ekspor penting. Paling tidak, dengan kondisi AS yang terus memburuk, sulit berharap ekonomi dunia pulih tajam dalam waktu cepat.
Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick dalam artikel di Kompas (23/9) sudah mengingatkan dampak pemulihan global yang tak merata dan tak menentu ini pada upaya pengurangan kemiskinan dan kelaparan global.
Kekhawatiran lain, kalaupun menunjukkan tanda-tanda pemulihan, perekonomian AS masih menyimpan bom waktu yang bukan tak mungkin bisa mencetuskan krisis baru karena persoalan ekonomi yang dihadapi AS sekarang ini sifatnya struktural, bukan sekadar konjungtur ekonomi biasa. Kekhawatiran terhadap problem defisit dan utang, misalnya, bukan tak mungkin bisa memicu krisis kepercayaan, seperti krisis utang Eropa belum lama ini.
http://cetak.kompas.com/read/2010/09/24/03525776/tajuk.rencana